Hati Menyatu Dengan Kampung Halaman
Kampung Halaman Wedauma. |
Dalam kehidupan ini, kita sering berdiskusi
dengan mereka yang ada disekitar kita bahwa, kami berasal dari kampung. Dan
setiap kampung itu mulai dari daerah pedalaman maupun dari daerah pesisir,
sehingga kampung-kampung itu penuh dengan segala misteri kekayaan yang
terkadung didalamnya. Kemudian dengan adanya kampung kita bisa menikmati keindahan
alam yang terdapat di kampung masing-masing.
Kampung yang sering disebut daerah pedesaan adalah dimana
asal usul kita dilahirkan di dunia ini, sehingga rasa percintaan demi kampung
halaman sering bermuncul dari hati sepajang waktu. Dan keindahan alam dari
kampung itu dapat terlihat indah dan unik sebagai potensi alam yang
tersembunyi.
Ketika kami masih belajar di bangku studi, kami telah
menginjakkan kaki pertama di setiap kota; baik kota yang bermegapolitan maupun
kota yang berpedesaan diwilayah nusantara ini.
Saat itu, kami tak pernah nyaman dengan kondisi hidup di
kota megapolitan, karena adanya merasa gelisah berlebihan dan selalu hidup
dengan polusi udara yang kita tidak bisa menghirup udara bebas. Itulah yang
membuat diri kami, hidup tak pernah nyaman. Bahkan kondisi tubuh kami mengalami
kerimping karena terik matahari, sehingga membuat komitmen diri dari kami
menjadi keputusan pribadi untuk kembali ke kampung halaman disana.
Ketika kami berada dipedalaman, kami telah memikirkan
kepulauan ras melayu seperti pulau jawa, kalimantan dan sulawesi itu tidak ada
orang-orang kampung yang bermukim disana. Namun, lambat-laun setelah
menginjakan kaki pertama di kota, kami bisa menemukan banyak orang kampung ada
dibalik gunung, dan hidup mereka bertradisi disana. Mereka kaya dengan sumber
alami, kemudian sumber-sumber dikelola menjadi penghasilan terbesar.
Dari tempat asal usul kita, marasa tertarik dengan kehidupan
yang tradisi. Dan sebelum, kembali ke kota studi pikiran dan perasaan pun sudah
menyatu dengan kampung halaman kita. Dan ingin kembali ke tempat asal usul juga
bermunculan karena dorongan dari dalam diri juga masih meminta pulang ke
kampung halaman.
Waktunya belum dimanfaatkan sebaik mungkin membuat diri
kami, merasa terpojok dari pengalaman dan pengetahuan yang diperolah semenjak
masa lalu. Tetapi pengalaman dan pengetahuan bukanlah mencari nafkah dan
populatitas demi penghidupan diri pribadi kami, melainkan hidup menyatu bersama
masyarakat pribumi disana.
"Pikiran dan perasaan pun masih mimikirkan hidup
tradisi; dan gairah untuk menikmati keindahan pun merasa terpikat pada daerah
asalnya ".
Walaupun mereka yang ada disekitar kita, masih membutuhkan
peratian dari kami dengan usaha mereka. Namun, dipertimbangkan dengan dorongan
dari dalam diri yang masih meminta pulang ke kampung halaman saat ini. Dorongan
itu dari roh yang menghidupkan nafas hidup, ketika kami baru dilahirkan oleh
ibu kami sampai saat ini.
Sang pencipta memberi hikmat dan akal budi kepada kami pada
awalnya. Dan hikmat dan akal budi itu dapat dipergunakan sebagai suatu anugrah
terbesar sekalagi kami hidup di bumi ini. Tetapi yang diperlukan adalah
bertindak secara akurasi dalam kehidupan sehari-hari, dengan semua yang
dianugrahkannya, sambil menjaga harga diri. Oleh karenanya, dapat dimiliki bagi
setiap individu adalah mempertahankan dengan prinsip diri yang mampu mengubah
hidup kami yang dapat melandaskan Hikmat dan akal budi sebagai berkat anugrah.
Dapat disimpulkan bahwa, kami pergi kemana pun untuk mencari
ilmu dan pengetahuan demi masa depan, tetapi juga diperlukan merekolek kampung
halaman disana. Dan jauh sebelumnya kita sudah meninggalakan kampung halaman
dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi yang lebih urgen bagi anak kampung
adalah hanya ingin menikmati panorama dan juga kami harus memikirkan kampung
halaman dengan segala yang terkandung didalamnya.
By: Awimee Gobai / Pecinta Alam Papua
Komentar
Posting Komentar