Kitorang pu makanan
Oleh: J. Pekei*)
" Bukan nasi, tetapi ayo makan papeda (juga ubi) sebagai cinta kepada tanah Papua ", demikian kata anak muda, kelahiran wosi Manokwari Papua pada hari ini. Kira-kira begitulah, ungkapan spontan adik Yeimo yang memecah kesunyian menyantap kami.
Kata-kata ini mengigatkan diriku pada seseorang (anak muda papua) yang masih setia dengan makanan lokal. Dia setiap harinya makan ubi, walau ada di tanah Jawa. Suatu sore, anak muda gimbal itu berkisah " makan makanan kita itu lebih sehat " katanya.
Ungkapan ini dilanjutkan dengan senyuman yang berbinar di sore itu. " Ku tak bisa tanya alasan lain dari dia ".
Alasan pengila ubi ini, seolah menyimak perdebatan ilmiah. Dalam catatan guru besar pertanian Prof Dr Ir Go Bang Hong, mengemukakan makan ubi jahu lebih sehat.
Pada Desember 2017 di Tawangmangu Solo, dalam perjumpaanku, para petani ubi sangat menikmati pekerjaan mereka. Seolah petani di Solo bangga dengan menanam ubi jalar.
Kalau saya mau tanya sama anak muda gimbal ini, " apakah nanti di tanah Papua, kita masih bisa menikmati papeda dan ubi?" .
Dengan menyimak berbagai tulisan di media masa terutama terkait arah corak pertanian di tanah papua, tentu berupaya menjawab pertanyaan diatas. Tanah garapan mereka tidak diajak digarap sebagai tanah pertanian tetapi ajak menjual tanah.
Menurut antropolog, Dr johszua Robert Mansoben, mengungkapkan kecenderungan orang Papua untuk mengkonsumsi beras meningkat. Menurut dinas tanaman pangan Papua menyebut, data 1998, 45% makanan lokal Papua, dan 55% makan beras sebagai hegemoni pangan.
Pertanian Papua itu kehidupan. Anak muda Papua yang bergimbal ini bangga makan ubi, dan dia merasa hidup hanya dengan makan ubi (juga papeda).
Siang ini, 7Januari 2018, kau mengigatkan kitorang semua. Makan papeda siang ini. Saya jadi teringat, kemarin sore saya makan ubi ungu yang manis. Sekarang saya makan papeda.
" Bukankah tadi ko ada bilang juga, ko macam ada di rumah Manokwari ", sekedar takjubmu.
*) Papua
Komentar
Posting Komentar