Bagaimana Sebaiknya Berdoa?
Ist/Foto |
Menarik mengamati gereja-gereja pada musim ujian atau
ulangan umum untuk anak-anak sekolah. Jumlah umat yang mengikuti perayaan
Ekaristi harian mendadak bertambah. Lilin-lilin yang menyala di depan patung
Bunda Maria atau Santo Yusuf semakin terang. Itu berarti banyak lilin
dinyalakan. Setelah Misa selesai, beberapa pelajar mendekat ke patung Bunda
Maria, berlutut di depannya dan dengan khusyuk berdoa. Bisa ditebak isi doanya.
Namun, setelah masa ujian selesai, kehadiran umat dalam misa harian, kembali
“normal”, hanya itu-itu saja yang setia ke gereja.
Dalam Injil hari ini dikisahkan dua orang berdoa dengan cara
yang sama sekali berbeda: Orang Farisi dan Pemungut Cukai. Yang terakhir ini
(Pemungut Cukai), tidak berani mendekat ke altar, tapi berdiri di be-lakang,
jauh-jauh dari altar, ia tidak berani menengadah ke langit. Ia hanya memukul
dirinya sendiri sambil mengatakan doa singkat, “Ya Allah, kasihanilah aku orang
berdosa ini” (ay. 13).
Sedangkan orang Farisi, berdiri dan berdoa dalam hatinya
begini, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu karena aku tidak sama seperti
semua orang lain, bukan perampok, bukan ini itu... aku berpuasa dua kali
seminggu... aku bukan seperti pemungut cukai ini.” Yah... doanya banyak kata
aku, aku dan aku. Aku begini begitu, aku bukan begini begitu, bahkan menganggap
dirinya lebik baik daripada orang lain. Teganya dan bisa-bisanya keluar
kata-kata seperti itu dalam doa, apalagi di hadapan Tuhan Yang Mahatahu.
Jangan-jangan kita juga sering berdoa seperti itu: merendahkan orang lain untuk
meninggikan diri sendiri. Hasilnya, kita semua tahu Sabda Yesus: “Barang siapa
meninggikan diri, akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan
ditinggikan”.
Doa si Pemungut Cukai sangat sederhana dan di-sertai sikap
rendah hati di hadapan Tuhan yang sudah mengetahui diri kita, mengetahui yang
akan kita mohon. Bagaimana dengan doa-doa kita? Anda mau belajar dari Pemungut
Cukai? Tuhan memberkati.
(Amo)
Komentar
Posting Komentar